Mockingjay

Jadah mbah Karto Selo


Di Selo kita bisa istirahat sejenak menikmati view Merapi--anda beruntung jika puncaknya tidak sedang tertutup kabut, begitu indah, agung, mempesona sekaligus misterius *halaahhh*. Sambil istirahat, kita bisa minum kopi dan makan jadah (uli) bakar. Nah, salah satu warung yang bisa dituju adalah warung Mbah Karto.

Di warungnya yang kecil dan sederhana, Mbah Karto menyajikan jadah yang lembut dan lumer, yang bisa dinikmati dengan cara dibakar ataupun tidak, disertai srundeng manis ataupun tempe bacem. Bahkan karena rasa gurihnya yang pas, jadah ini bisa dinikmati begitu saja tanpa tambahan apapun. Dan yang patut dicatat, jadah Mbah Karto tidak cepat kering seperti kebanyakan jadah. Jadah Mbah Karto ini benar-benar lembut dan lumer, serta tahan lebih dari 1 hari. Tentunya hal ini tidak terlepas dari bahan yang digunakan. Beras ketan yang berkualitas ketan yang dipergunakan memang ketan kualitas nomer satu dengan bulir-bulir utuh berbentuk panjang dan berwarna seputih susu)

Mbah Karto memang pelopor produksi jadah di Selo sejak jaman dulu. Namun jadah Selo baru booming setelah pencanangan jalur wisata Solo-Selo-Borobodur (Sosebo). Seringkali orang sengaja datang ke Selo hanya untuk menikmati jadah bakar dan segelas teh hangat.

DAlam satu kali masak, Mbah Karto sanggup membuat jadah dari 7 kg beras ketan dengan 10 butir kelapa parut. Dan dalam satu hari, Mbah Karto bisa memasak 2-4 kali. Untuk itu Mbah Karto yang sudah sangat sepuh ini dibantu oleh 3 orang asisten untuk mengupas kelapa, memarut, memasak ketan, dan njojoh. Untuk urusan resep dan berhubungan dengan pembeli, Mbah Karto lah yang akan banyak berperan.

Selain jadah, Mbah Karto juga menjual wajik (sayang kemarin wajiknya habis kemarin), panganan oleh-oleh khas Selo, dan nasi yang dilengkapi beberapa macam sayur dan lauk. Saya sempat menengok, ada sayur tumpang, opor ayam yang menggunakan ayam kampung, sambel goreng, dll.

Candi Lawang


Kompleks Candi Lawang terletak di Dusun Dangean, Kelurahan Gedangan, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, Propinsi Jawa Tengah. Kompleks Candi Lawang terletak dilingkungan yang berteras-teras berbatasan dengan pemukiman penduduk dan tebing-tebing yang tidak terlalu dalam.

Di kompleks Candi Lawang ditemukan lima struktur bangunan yaitu candi Induk, Candi Perwara I, Candi Perwara II, Candi Perwara III, dan Candi Perwara IV. Diantara kelima struktur bangunan ini, Candi Induk memiliki struktur yang paling lengkap dan baik kondisinya. Pada Candi Induk masih dapat dijumpai batur, kaki, tubuh bawah dan pintu. Sementara itu, empat struktur bangunan lainnya hanya tersisa pondasi dan bagian alas bangunan.

 Data arkeologis yang ditemukan di Kompleks Candi Lawang sampai sekarang belum ada yang dapat digunakan untuk menentukan secara pasti kapan candi ini dibangun. Secara relatif periodesasi candi dapat diketahui dari langgam bangunan. Langgam bangunan dapat ditentukan berdasarkan bentuk perbingkaian bagian kaki candi dan bangian tubuh bawah yang berbentuk genta dan setengah lingkaran. Berdasarkan karakteristiknya, periodisasi Kompleks Candi Lawang dapat diketahui, yaitu antara tahun 750 M -800 M

Bukit Gancik


Bangunannya terbuat dari kayu dan bambu setinggi 10 meter dan berada di ketinggian 2000 meter di atas permukaan laut (Mdpl). Pembangunan fasilitas baru itu dilakukan secara swadaya warga setempat.

Pengunjung yang datang ke gardu pandang ini akan merasakan sensasi berada di atas awan, tanpa perlu mendaki puncak Gunung Merapi atau Merbabu. Pengunjung dapat mendirikan tenda, sekaligus menunggu datangnya sunrise maupun sunset.

Untk mencapai gardu itu, pengunjung bisa berjalan kaki sekitar 20 menit. Bisa juga menempuh perjalanan menggunakan sepeda motor melintasi jalur-jalur pertanian yang sebagian sudah dibeton.
Selain itu Bukit Gancik juga menjadi lokasi favorit tempat peristirahatan atau transit wisatawan yang hendak menuju kawasan wisata Merapi. 

Pengunjung akan dimanjakan dengan pesona alam yang sungguh luar biasa, barisan dan deretan tumbuhan hijau yang asri membentuk seperti gunung – gunung dan lembah – lembah yang berjejeran, sejuknya hembusan angin yang silih berganti, menikmati puncak Gunung Merapi walau terkadang diselimuti kabut.

Pengunjung juga bisa merasakan sensasi berada di atas awan tanpa harus bersusah payah melakukan pendakian ke puncak gunung.  

Selain pemandangan alam yang indah dengan latar belakang Gunung Merapi dan Merbabu, tempat ini juga termasuk salah satu tempat terindah untuk pemandangan Sunrise nya, terutama saat musim panas tentunya.

Hal ini dimungkinkan karena letak dari Gardu pandang ini yang hampir sejajar lurus dengan puncak Merapi yang dikenal memiliki salah satu pemandangan sunrise terbaik.

Dari gardu pandang di Bukit Gancik, pengunjung bisa menikmati indahnya matahari saat muncul dari balik Gunung Lawu di Karanganyar. Dari sini pemandangan segitiga emas, Lawu-Merapi-Merbabu terlihat dikejauhan. 

Menara pandang jadi ikon Bukit Gancik  (sumber : Imgrum.net) Selain pemandangan alam yang indah dengan latar belakang Gunung Merapi dan Merbabu, tempat ini juga termasuk salah satu tempat terindah untuk pemandangan Sunrise nya, terutama saat musim panas tentunya.

Hal ini dimungkinkan karena letak dari Gardu pandang ini yang hampir sejajar lurus dengan puncak Merapi yang dikenal memiliki salah satu pemandangan sunrise terbaik.

Dari gardu pandang di Bukit Gancik, pengunjung bisa menikmati indahnya matahari saat muncul dari balik Gunung Lawu di Karanganyar. Dari sini pemandangan segitiga emas, Lawu-Merapi-Merbabu terlihat dikejauhan. 

Bahkan pada malam hari, keindahan alam dari bukit itu tak kalah menarik. Kota Solo terlihat seperti lintang terbalik. Gebyar sinar lampu dari daratan bak bayangan bulan purnama.
Nama Gancik diambil dari sejarah Kyai Syarif yang tinggal di Merbabu pada tahun sebelum kemerdekaan. Jalur di bukit itu konon sering menjadi jalur naik turunnya Kyai Syarif dari Merbabu ke Pasar Selo.

Konon di sini dulu tempat gawe mancik [untuk pijakan] kiai. Gawe mancik saat kiai memandang alam sekitar dan gae becik. Dari makna ini warga berharap Selo menjadi desa yang berkembang.
Warga Selo merintis agar Bukit Gancik bisa menjadi destinasi pendukung agrowisata yang ada di kawasan tersebut. 

Ide ini bermula dari penetapan Desa Selo sebagai Desa Berdikari oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng. Warga khususnya kelompok sadar wisata (pokdarwis) kemudian menggali setiap potensi yang ada di desa. Salah satunya Bukit Gancik. 

Warga setempat akan menata bukit itu menjadi lebih eksotis. Perkebunan sayur yang mengelilingi bukit Gancik akan dikemas menjadi kawasan agrowisata. Sehingga nantinya tidak hanya berdaya di bidang pertanian, warga juga mendapat berkah dari pariwisata.

EMPAT TEMPAT KERAMAT DI BUKIT GANCIK
Di kawasan Bukit Gancik terdapat 4 buah tempat keramat yang berpotensi menjadi pendukung wisata di Bukit Gancik.
Keempat tempat itu adalah Gua Jalak, Watu Buto, Watu Jonggol, dan Kali Gede. Dari ke 4 gua tersebut yang terdekat adalah Jarak Gua Jalak, yang berjarak hanya sekitar 200 meter ke atas dari gardu pandang Bukit Gancik.
Sedangkan Kali Gede, Watu Jonggol dan Watu Buto masih berada di kawasan bukit tersebut. Menurut warga setempat, Gua Jalak dan Kali Gede masih dikeramatkan oleh warga hingga sekarang. Pada masa penjajahan Jepang maupun Belanda, Gua Jalak menjadi tempat persembunyian warga agar terhindar dari serangan musuh. Sampai sekarang pun tempat itu masih banyak dikunjungi orang-orang yang percaya dengan hal-hal mistis.
Sedangkan Kali Gede, dulunya merupakan sungai tempat pertapaan Kyai Simbar Joyo dan Nyai Simbar Joyo. Sungai itu selalu ramai setiap ada warga yang hendak menggelar hajatan. Warga yang punya hajatan harus memberikan sesajen di tempat itu.
Hal ini terkait adanya mitos yang dipercaya orang hingga saat ini. Pernah terjadi, orang mau menikah tidak memberikan sesajen, akibatnya sang pengantin pingsan sehari semalam, dan baru siuman setelah memberikan sesajen.
Sedangkan Watu Buto dan Watu Jonggol merupakan 2 buah batu yang berukuran besar yang mempunyai cerita sejarah yang juga mistis. Saking besarnya batu tersebut, konon batu tersebut terlihat jelas dari Keraton Solo.
Sampai saat ini Watu Jonggol tetap berada di tempatnya dan tidak pernah lapuk. Warga tidak ada yang berani menggeser letak batu karena batu itu selalu akan kembali ke tempat semula.
Dari Watu Jonggol itu pula muncul arti batu besar di Desa Selo. Watu artinya sela. Jonggol itu besar. Selo gede yang ada di sela-sela Merapi dan Merbabu.

Oleh warga setempat keberadaan tempat-tempat keramat itu akan dikelola lebih baik lagi sebagai bagian dari wisata religi sehingga mendukung potensi pariwisata di Bukit Gancik. Sehingga nantinya lengkap, ada agrowisata, wisata alam, dan wisata religi.

AKSES MENUJU BUKIT GANCIK
Akses menuju Bukit Gancik tidak sulit, kendati lokasi gardu pandang rakyat tersebut cukup tinggi, namun jaraknya cukup dekat dengan pemukiman.
Dari jalur Solo-Selo-Borobudur (SSB), pengunjung bisa mengambil rute lewat kampung Selo Tengah dan Selo Nduwur. Jalur menuju bukit cukup memacu adrenalin karena hanya ada jalan setapak, menanjak, dan kanan kirinya adalah perkebunan sayur milik warga.
Pengunjung bisa menjangkau gardu tersebut dengan motor melintasi jalur pertanian yang sebagian sudah di beton. Sementara jika ditempuh dengan jalan kaki bisa dicapai dalam 30 menit

sumber: http://wisata-indonesiana.blogspot.co.id/2016/06/melihat-eksotisme-3-gunung-di-boyolali-dari-bukit-gancik.html

IRUNG PETRUK



Sepanjang jalan dari cepogo ke arah Kawasan wisata Selo tentu pengunjung akan melintasi tikungan yang sangat tajam dan berkelok, karena terlalu tajam  tikungan tersebut sehingga orang menyebut tikungan tersebut dengan sebutan ”irung Petruk” atau dalam bahasa indonesia yang berarti hidung Petruk. Saat ini, pemerintah daerah telah membangun patung petruk yang merupakan anggota punokawan tokoh pewayangan sebagai pertanda bahwa tikungan tersebut berkelok-kelok menyerupai hidung petruk.
Kisah yang lain tentang patung petruk bahwa konon di kawasan selo, terdapat seorang tokoh yang bernama kyai Petruk, kyai Petruk adalah seorang putra pengageng dari kecamatan Cepogo, yang sejak mudanya beliau merupakan seorang yang sangat tekun dalam melakukan topo broto, selain itu beliau juga merupakan orang yang sangat jujur dan bijaksana serta suka menolong sesama. Karena perilaku dan ketekunannya dalam bertapa, maka kyai petruk mendapatkan kesaktian.
Kesaktian kyai petruk sangat dipercaya oleh masyarakat Selo, utamanya kesaktian dalam meredam dan memberi pengayoman masyarakat selo dan sekitarnya dari amukan gunung merapi yang memang kawasan Selo terletak diantara gunung merapi dan gunung merbabu

Keberadaan patung petruk yang terletak di atas tikungan irung petruk, bisa dijadikan “tetenger”  atau dalam bahasa Indonesia yang berarti pertanda. Baru-baru ini dibangun patung wayang Petruk di Irung Petruk. Adanya faktor atau sejarah munculnya tokoh kyai Petruk di kawasan Selo, sampai sekarang masih diadakan penghormatan kepada kyai Petruk dengan mengadakan acara sedekah gunung merapi yang diadkan setiap malam 1 suro atau 1 muharam.

sumber: http://www.wisataboyolali.com/index.php/kawasan-wisata/75-irung-petruk

New Selo



Sejarah Pembangunan New Selo Boyolali
Sejak erupsi Gunung Merapi 2010, objek wisata Selo yang terkenal indah itu rusak parah. Berbagai fasilitas umum yang dibangun untuk kepentingan destinasi telah mengalami kerusakan parah dan perlu dibangun kembali. Kerusakan ini tentu saja tak layak dipakai untuk kegiatan kepariwisataan. Oleh karena itu, pemerintah daerah melakukan pembangunan baru secara bertahap. Pembenahan dan perbaikan ini mengikuti konsep master plan pariwisata jalur Solo- Selo- Borobudur (SSB), di Boyolali.
Renovasi pembangunan sarana prasarana pascaerupsi Gunung Merapi dimulai dari bangunan-bangunan yang rusak parah seperti Joglo I, Gedung Merapi Theater, pembangunan jembatan gantung di sekitarnya. Untuk pembangunan wisata ini tak hanya Desa Selo saja, tapi juga melibatkan dua desa lainnya, yaitu Desa Samiran dan Desa Lencoh. Desa-desa wisata ini berada di ketinggian sekitar 1.600-1.800 meter dari atas permukaan laut. Suhu udara sejuk antara 17-20 derajat Celcius. Sekarang, kawasan desa wisata ini sudah menjelma jadi destinasi wisata yang sangat menarik dikunjungi setelah pascaerupsi Gunung Merapi tahun 2010.

Daya Tarik Keindahan Wisata New Selo Boyolali
Daya tarik wisata alam ini yang utama tentu panorama pegunungan yang begitu mempesona, garangnya lanskap Gunung Merapi, lembutnya lanskap Gunung Merbabu, lingkungan pedesaan yang asri, pos pengamatan gunung berapi, berbagai fasilitasn outbond, berbagai penyelenggaraan budaya dan kesenian tradisional, dan agrowisata. Akomodasi yang tersedia di sini juga sudah lengkap seperti tempat penginapan dan warung makan. Untuk tempat menginap, setidaknya sudah tersedia homestay sebanyak 59 buah.

Tempat Menikmati Keindahan Pemandangan Gunung Merapi dan Merbabu
Dari destinasi New Selo bisa menikmati keindahan lanskap jalur pendakian Gunung Merapi dan Gunung Merbabu. Fasilitas outbond yang disediakan, antara lain: flying fox, fun game, aneka permainan alam berbasis team work. Sedangkan penyelenggaraan budaya dan kesenian tradisional, antara lain: reog ponorogo, jatilan, turonggo seto, tari prajuritan, upacara sedekah bumi, ketoprak, topeng ireng. Untuk agrowisata, wisatawan bisa mengunjungi kebun berbagai jenis sayur seperti bawang daun, bunga kol, wortel, sawi, brokoli, selada merah milik penduduk setempat. Pengunjung bisa turut menanam sekaligus memanen aneka sayuran. Untuk wisata kuliner disediakan aneka jenis makanan tradisional seperti jadah bakar dan tempe atau tahu bacem.

Wisatawan bisa mengabadikan momen-momen penting mereka saat berada di jembatan gantung Desa Jrakah Selo yang berlatar belakang lanskap Gunung Merapi yang begitu mempesona. Untuk menyaksikan film tentang kegunungapian di Merapi Theater Joglo I bisa dengan membayar retribusi sebesar Rp 2.500 per orang.

sumber: http://www.lihat.co.id/wisata/new-selo.html

Umbul Tlatar


Bila kebetulan sedang berada di daerah Boyolali, jangan lewatkan untuk bersantai sejenak di Umbul Tlatar. Umbul Tlatar adalah sebuah kawasan wisata yang terletak di Desa Kebonbimo dan saat ini menjadi salah satu pilihan favorit keluarga di daerah Boyolali untuk menghabiskan masa liburannya.

Umbul Tlatar terkenal dengan lahan “Kolam Keceh” yaitu sebuah kolam jernih dengan mata air alami yang terus menerus selama 24 jam dari  Gunung Merapi-Merbabu. Kolam Keceh ini dipenuhi dengan ikan-ikan kecil dan anak-anak pun dapat bebas nyebur bermain tangkap ikan di kolam. Kalau bisa usahakan datang saat bukan masa liburan agar kolam tidak terlalu banyak orang dan anak-anak pun dapat lebih menikmati waktunya saat bermain air. 

Akses Jalan Menuju ke Umbul Tlatar Boyolali: 
Umbul Tlatar Boyolali berada di desa Kebonbimo Boyolali. Akses jalan menuju ke kawasan ini pun tidak sulit. Dari Salatiga, berjalan ke arah jalur Salatiga-Solo. Setelah perbatasan Salatiga dengan Boyolali berjalan ke arah Boyolali kira-kira 5 KM akan ada sebuah pertigaan dengan plang nama besar Umbul Tlatar Boyolali disisi kanan jalan. Belok ke kiri dan masuk ke pertigaan tersebut kira-kira 4,5 KM. Jalur lurus dan hanya satu tersebut untuk menuju ke Umbul Tlatar.
Selain Kolam Keceh, Umbul Tlatar Boyolali juga terkenal dengan Wahana Woodball  Etasia. Woodball merupakan cabang olahraga dari Taiwan dan masih baru di Indonesia. Olahraga ini sudah mulai dikenalkan kepada para pengusaha dari dalam dan luar negeri yang sedang melancong ke Boyolali. Peralatan dan cara memainkan olahraga ini mirip dengan golf namun alat pemukul dan bolanya terbuat dari kayu.
 

Selain Kolam Keceh & Woodball, di Umbul Tlatar Boyolali juga terdapat wahana seru lainnya seperti :
  • Kolam renang untuk anak anak yang airnya bersih dan segar tanpa kaporit (langsung dari mata air tanah)
  • Kolam Becak Air
  • Pemancingan
  • Taman dibawah pohon cemara
    • Flying fox
    • Terapi pijat dengan ikan (Fish Spa) dengan Ikan Rasbora dari Turki
    • Restoran dengan menu bakar2an gitu (dengan harga terjangkau)
    • Taman Bermain Anak-anak
     

Smaga memborong JUARA resensi

 
Dalam rangka meningkatkan minat baca dikalangan pelajar se-Eks Karisidenan Surakarta,  Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Surakarta mengadakan lomba resensi untuk pelajar SMP, SMA/MA dan Mahasiswa.
Dalam lomba resensi yang diikuti oleh pelajar-pelajar se-Eks Karisidenan Surakarta ini empat (4) siswa SMAN 3 Boyolali masuk final 6 besar yang diselenggarakan pada hari Minggu, 25 Oktober 2015. Hasil final tersebut adalah :
 
Juara I   : SMAN 3 Boyolali (Pratika Linoria siswi kelas XI IPA 5)
Juara II  : SMAN 3 Boyolali (Pratiwi Vaherera siswi kelas XI IPA 4)
Juara III : MAN I Surakarta
Juara harapan I  : SMAN 3 Boyolali (Efrida Permatasari kelas XI IPA 4)
Juara harapan II : SMAN 3 Boyolali ( Silvia Widyaningrum kelas X-5)
Juara harapan III: SMAN 1 Surakarta
Para juara selain menerima piala, piagam juga menerima uang pembinaan yakni
 Juara I sebesar Rp. 3.000.000,-
 juara II sebesar Rp. 2.500.000